Tembang Macapat merupakan salah satu makanan pokok yang harus dikuasai oleh mahasiswa Jurusan Sastra Daerah karena Tembang Jawa atau Nyanyian Jawa merupakan salah satu roh budaya Jawa yang adiluhung yang harus dilestarikan kepada generasi yang akan datang. Pengertian dari Tembang cilik (sekar alit) atau sekar macapat yakni sebuah nyanyian tradisional Jawa yang didalamnya masih terikat dengan aturan-aturan guru swara (dhong-dhing jatuhnya di akhir baris) dan guru wilangan (jumlah suku kata setiap barisnya).
Secara umum jumlah dari tembang macapat ada 11 macam yakni, Mijil, Maskumambang, Sinom, Asmaradana, Kinanthi, Dhandhaggula, Durma, Gambuh, Pangkur, Megatruh, dan Pocung.
Kali ini, akan saya sedikit uraikan makna filosofis yang terkandung dalam tembang Jawa yang adiluhung ini, yakni:
1. Mijil, yaitu memiliki makna tentang gambaran kelahiran manusia “bayi” di dunia (mijil= muncul). Sifat atau wataknya yakni “prihatin” karena dalam mengandung, orang tua memiliki keprihatinan agar bayi yang nantinya akan lahir diberi keselamatan sewaktu dilahirkan sehingga senantiasa dipanjatkan do’a untuk calon bayi.
2. Maskumambang, yaitu memiliki makna tentang gambaran masa anak-anak yang menyenangkan bagaikan “emas” karena anak yang lahir merupakan kebahagiaan digambarkan sebagai emas bagi orang tuanya.
3. Sinom, yaitu memiliki makna tentang gambaran masa remaja. Wataknya “grapyak”. Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri sehingga mereka supel, diharapkan mudah bergaul.
tersebut. 4. Kinanthi, yaitu memiliki makna tentang gambaran masa hidup mulai berumah tangga wataknya “senang, bersatu, kasih sayang” hal ini karena masa dimana manusia mengarungi bahtera rumah tangga dengan pasangannya.
5. Dhandhanggula, yaitu memiliki makna tentang gambaran penggambaran pernikahan awal yang penuh perasaan “manis” (gula=manis). Watak yang ada didalamnya yakni senang, bersatu rukun antar tetangga dan lingkungan yang baru.
6. Durma, yaitu memiliki makna tentang gambaran masa tua telah datang dan mengesampingkan sifat ma-lima (larangan agama). Yakni Maling, madon (zinah), main (judi), mangan (barang haram) lan minum (minuman keras).
7. Gambuh, yaitu memiliki makna tentang gambaran kematangan jiwa, wataknya “menyatu” karena masa ini adalah masa dimana senang dalam memberi nasihat, petuah kepada anak, cucu tentang pelajaran hidup didunia.
8.Pangkur, yaitu memiliki makna tentang gambaran masa usia lanjut yang akan mungkur (pergi). Dimasa ini banyak mengesampingkan masalah duniawi dan lebih haus akan masalah kerohanian.wataknya “semangat perwira” maksudnya semangat dalam melawan hawa nafsu.
9.Megantruh, yaitu memiliki makna tentang gambaran masa kematian, dimana terjadi pemisahan roh dengan jasad (badan). Wataknya “sedih, kecewa” hal ini yang dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkan nantinya.
10.Pocung, yaitu memiliki makna tentang gambaran sewaktu jasad mulai di kafani (pocung= dipocongi). Watak tembangnya “seenaknya” karena orang yang telah meninggal akan lupa segalanya, dan tidurnya seenaknya tergantung sanak keluarganya saat menguburkannya.
Demikian makna filosofis yang terkandung dalam Jembang Jawa. Sebenarnya melalui tembang ini telah diperlihatkan bagaimana kehidupan di dunia, sehingga kita bisa belajar, mengambil pelajaran dari kehidupan di dunia dan senantiasa bersyukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan ridho yang telah diberikan-Nya kepada kita sebagai mahluk yang lemah dihadapan-Nya.